Senin, 15 Februari 2016

Perkembangan Filsafat pada masa Yunani Kuno ( I )

Dalam sejarah filsafat, awal dari lahirnya filsafat di dunia adalah filsafat Yunani. Saat itu pula, pada abad ke VI SM munculah para filsuf. Namun objek pikir filsuf pada saat itu adalah tentang alam (cosmos), sehingga para filsuf tersebut disebut sebagai filsuf alam. Pokok pikiran para filsuf pada saat itu adalah memikirkan tentang alam yang besar ini, dari mana asal muasal terbentuknya/terjadinya alam adalah yang menjadi pokok persoalan mereka. Meskipun yang menjadi pokok pemikiran mereka adalah tentang alam, namun pada saat itu pemikiran seperti itu sudah sangat lah maju, kritis dan rasional. Mencoba untuk mengungkap tentang keberadaan alam yang ada disekitarnya merupakan hal yang tidakbiasa dilakukan manusia pada saat itu. Orang-orang cenderung menerima begitu saja keadaaan alam yang terjadi pada saat itu, mereka hanya sekedar melihat, menikmati alam, tanpa terbesit suatu hal untuk mencoba memikirkan bagaimana asal muasal alam ini. Namun terdapat beberapa orang pula yang mencoba untuk mencari tahu tentang keberadaan alam ini hanya dengan membaca atau mendengar keterangan tentang kejadian alam yang berasal dari cerita turun temurun, seperti mitos, legenda dan cerita nenek moyang.
Para filsuf tentu saja tidak puas serta tidak percaya dengan cerita-ceritayang berkembang begitu saja tanpa  adanya suatu bukti, dan mereka pun menganggap bahwa cerita tersebut tidak masuk akal. Karena hal tersebut para filsuf berusaha untuk mendapatkan keterangan yang jelas dari persoalan yang mereka pikirkan tentang inti dasar alam dari daya pikir mereka sendiri. Sehingga para filsuf pantas jika disebut sebgai pemikir yang radikal, karena mereka memikirkan suatu hal sampai pada dasar / akar dari apa yang mereka pikirkan, yaitu tentang alam.
Filsuf alam pertama mencoba menjelaskan dunia dan gejala-gejala di dalamnya tanpa bersandar pada mitos melainkan pada pemikiran manusia adalah Thales. Ia juga dikenal sebagai salah seorang dari Tujuh Orang Bijaksana (dalam bahasa Yunani hoi hepta sophoi), yang oleh Aristoteles diberi gelar 'filsuf yang pertama'. Selain sebagai filsuf, Thales juga dikenal sebagai ahli geometri, astronomi, dan politik.  Thales tidak meninggalkan bukti-bukti tertulis mengenai pemikiran filsafatnya, namun terdapat pada tulisan Aristoteles tentang dirinya. Aristoteles mengatakan bahwa Thales adalah orang yang pertama kali memikirkan tentang asal mula terjadinya alam semesta. Karena itulah, Thales juga dianggap sebagai perintis filsafat alam (natural philosophy).
Pemikiran utama dari Thales adalah bahwa air sebagai prinsip dasar segala sesuatu.  Air menjadi pangkal, pokok, dan dasar dari segala-galanya yang ada di alam semesta. Berkat kekuatan dan daya kreatifnya sendiri, tanpa ada sebab-sebab di luar dirinya, air mampu tampil dalam segala bentuk, bersifat mantap, dan tak terbinasakan. Argumentasi Thales terhadap pandangan tersebut adalah bagaimana bahan makanan semua makhluk hidup mengandung air dan bagaimana semua makhluk hidup juga memerlukan air untuk hidup. Selain itu, air adalah zat yang dapat berubah-ubah bentuk (padat, cair, dan gas) tanpa menjadi berkurang. Selain itu, Thales juga mengemukakan pandangan bahwa bumi terletak di atas air. Bumi dipandang sebagai bahan yang satu kali keluar dari laut dan kemudian terapung-apung di atasnya.  
Thales berpendapat bahwa segala sesuatu di jagat raya memiliki jiwa. Jiwa tidak hanya terdapat di dalam benda hidup tetapi juga benda mati. Teori tentang materi yang berjiwa ini disebut hylezoisme. Argumentasi Thales didasarkan pada magnet yang dikatakan memiliki jiwa karena mampu menggerakkan besi.

Thales juga menyumbangkan pemikirannya dalam bidang geometri, yang dikenal dengan nama teorema Thales, meskipun belum tentu seluruhnya merupakan buah pikiran aslinya. Teorema Thales berisi sebagai berikut:
Jika AC adalah sebuah diameter, maka sudut B adalah selalu sudut siku-siku

Teorema Thales : DE/BC = AD/AB = AE/AC
1.      Sebuah lingkaran terbagi dua sama besar oleh diameternya.
2.      Sudut bagian dasar dari sebuah segitiga samakaki adalah sama besar.
3.      Jika ada dua garis lurus bersilangan, maka besar kedua sudut yang saling berlawanan akan sama.
4.      Sudut yang terdapat di dalam setengah lingkaran adalah sudut siku-siku.
5.      Sebuah segitiga terbentuk bila bagian dasarnya serta sudut-sudut yang bersinggungan dengan bagian dasar tersebut telah ditentukan.
Teorema thales tersebut, hingga saat ini digunakan dalam materi pembelajaran matematika di SMP.
Sumber :


Selasa, 19 Januari 2016

Ketika kuberpikir

(Refleksi UAS Filsafat Ilmu)

·         Berpikir agar manusia hidup
Berpikir adalah aktivitas manusia yang tak akan terhenti, selalu saja terjadi bahkan saat manusia enggan untuk berpikir, ada-ada saja suatu hal yang harus untuk dipikrkan. Bahkan ketika raga sedang berada di kampus mengikuti perkuliahan, pikiran malah melalang buana, memikirkan sesuatu hal di luar materi perkuliahan. Setiap manusia dibekali potensi berpikir, berpikir tentang hal simple hingga hal yang rumit. Berpikir itupula lah yang menjadi ciri khas manusia hidup. Awal hari ketika bangun dari tidur kita, maka pikiran kita mulai untuk memikirkan suatu hal,memikirkan apa yang akan dilakukan setelah bangun, apa yang akan dilakukan pada hari ini, dll. Dan ketika manusia tertidur pulas, maka disaat itulah pikiran kita terhenti, sedangkan otak dan organ-organ vital manusia masih tetap terjaga dan bekerja.
Lalu seperti apa jika manusia tidak bepikir?
Untuk manusia yang enggan untuk berpikir, apa tujuan hidup mu? Namun jika kita lihat disekitar sebenarnya tidak ada manusia yang tidak berpikir. Karena banyak hal disekitar manusia yang dapat dijadikan objek pikir manusia.
Ketika manusia sedang berdoa kepada Tuhan, apakah pikirannya sedang bekerja?
Berdoa adalah komunikasi manusia kepada Tuhan, yang mana dengan doa kita bisa mengucap syukur, memohon ampun dan memohon pertolongan dan permohonan. Namun doa yang baik, yang akan didengaroleh Tuhan adalah doa yang diucapkan/dilakukan dengan kerendahan hati, dan ketika berdoa pun pikiran kita hanya fokus dengan doa itu sendiri, fokus kepada Tuhan, sehingga ketika berdoa kita meninggalkan segala pikiran duniawi kita.
Lalu apa sajakah yang dipikirkan oleh setiap manusia?
Tentu banyak hal yang dipikirkan, seperti contoh orang tua kita, apakah mereka hanya memikirkan dirinya saja. Tentunya tidak, setiap harinya pasti dia memikirkan keluarganya, terlebih memikirkan anak-anaknya, memikirkan tentang kehidupan keluarganya, memikirkan tentang tanggung jawabnya dalam pekerjaannya, memikirkan tentang masa depan keluarga dan anak-anaknya, dan masih banyak hal yang lain. begitu pula dengan seorang mahasiswa yang sedang merantau ke Jogja untuk menempuh pendidikan. Apa yang dipikirkan tidak hanya tentang tugas-tugas kuliahnya saja, namun memikirkan juga keadaan orang tuanya yang sedang jauh disana, memikirkan tentang sosialisasinya di lingkungan kampus atau lingkungan tempat tinggalnya, yang mana apa yang dipikirkan itu berpengaruh mengenai kehidupannya ke depan.
·         Apa yang ada dalam pikiranku
Segala macam hal bisa ada di dalam pikiran kita. Saat ini saya sedang memikirkan kedua orang tua ku, itu artinya kedua orang tua ku berada di dalam pikiranku, meskipun kedua orang tua sedang berada di jauh disana. Ketika orang lain membicarakan tentang handphone yang terbaru, maka akupun dapat segera memikirkannya, karena aku pernah melihat fisik dari handphone tersebut, sehingga handphone tersebut berada didalam pikiran ku. Namun ketika aku berbicara dengan teman yang dari jurusan tekhnik informatika, ketika dia membicarakan tentang grafis atau vga akupun tak mampu untuk memikirkannya, karena aku sama sekali belum pernah melihat fisik dari apa yang dibicarakan tadi, sehingga benda-benda tersebut tak ada didalam pikiran ku. Namun ketika aku berusaha ingin tahu tentang benda-benda tersebut, maka akhirnya dapat ku pikirkan.
Apa yang ada di dalam pikiran kita, orang lain belum tentu mampu untuk mengetahuinya. Sehingga terkadang jika ada seorang perempuan yang memikirkan sesuatu hal, dan dia meminta lelakinya (pacarnya) mengetahui apa yang sedang dipikirkannya, tanpa perempuan tadi memberitahu apa yang sedang dipikirkan, dikarenakan mungkin malu, atau dia berharap lelakinya itu peka terhadap apa yang dipikirkan dan dirasakannya. Namun pada kenyataannya lelakinya tak mampu untuk mengetahui apa yang dipikirkan perempuannya itu, sehingga terjadilah pertengakaran diantara mereka.
Dengan komunikasi serta interaksi satu sama lain, maka kita pun dapat mengerti apa yang dipikirkan oleh orang lain, begitu pula orang lain mampu untuk tau apa yang kita pikirkan. Seperti dalam  filsafat, dengan komunikasi dengan para filsuf, maka kita pun dapat mengetahui apa yang dipikirkan oleh mereka, melalui bahasa analog yang digunakan para filsuf.
Tentang hermenetika kehidupan, adalah ketika setiap manusia mampu untuk saling menerjemahkan dan diterjemahan. Setiap manusia mampu untuk menerjemahkan apa yang dipikirkan orang lain, begitu pula apa yang kita lakukan berdasarkan apa yang ada di dalam pikiran kita ini juga mampu diterjemahkan oleh orang lain. Misalnya di dalam pembelajaran dikelas, guru sebisa mungkin agar apa yang dilakukannya dalam pembelajaran mampu diterima serta diterjemahkan oleh siswa dengan baik. Namun sebelum guru mampu diterjemahkan dengan baik oleh siswanya, maka guru pun harus mampu menerjemahkan keadaan / kondisi/ kemampuan siswa, sehingga ketika merancang pembelajaran guru menyesuaikan dengan kondisi siswa, dan pembelajaran dapat terlaksana dengan baik, serta siswa dapat memahami pembelajaran dengan baik sesuai dengan kemampuannya.
Begitu pula pada kehidupan kita sehari-hari, jika setiap orang dikuasai oleh ego nya sehingga setiap orang hanya ingin diterjemahkan, tanpa mau untuk menerjemahkan, maka yang ada kehidupan manusia tidaklah harmonis, bahkan tidak tercipta suatu interaksi antara manusia satu dengan yang lain.
·         Ikhlas pikir
Ikhlas pikir, seperti apa itu ikhlas pikir? Bahkan mengukur keikhlasan orang lain atau keikhlasan yang kita lakukan pun tidak mampu. Namun sesungguhnya keiklhasan itu adalah ketika kita melakukan suatu hal tanpa ada unsur paksaan. Misalkan dalam perkuliahan filsafat, sang dosen memberi tugas kepada semua mahasiswanya untuk membaca, memahami serta mengomentari postingan yang ada di dalam blog. Dan sebagai mahasiswa yang menyadari akan tanggung jawabnya maka akan melaksanakan tugas tersebut dengan ikhlas, tanpa ada suatu paksaan.  Tak hanya ketika kita melakukan suatu hal, ketika kita menerima suatu hal pun keikhlasan juga ikut berperan. Terlebih dalam menerima suatu kenyataan hidup / takdir. Segala kehidupan manusia sudah diatur oleh sang Pencipta, maka selayaknya kita manusia untuk dapat menerima takdir tersebut dengan keikhlasan. Namun satu hal yang saya pahami adalah jika segala sesuatu yang kita lakukan didasari dengan keikhlasan maka akan terlihat lebih mudah, seperti diberikan petunjuk / jalan / kemudahan dalam melakukannya, serta buah / hasil dari apa yang kita lakukan itu juga indah. 

·         Berpikir namun sesungguhnya berfilsafat
Seperti yang kita ketahui sebelumnya bahwa berfisafat adalah tentang olah pikiran kita.  Segala macam yang ada disekitar kita dapat dijadikan sebagai objek pikir kita. Bahkan hal-hal yang bersifat metafisik pun dapat kita jadikan objek pikir. Mengungkap hal-hal yang bersifat metafisik adalah karakteristik dari filsafat itu sendiri. Jika orang awam yang tidak mendalami filsafat maka tak pernah terpikirkan olehnya mengenai hal-hal yang bersifat metafisik tersebut, apa yang dipikirkan tidak sedalam pemikiran para filsuf. Metafisik itu sendiri adalah tentang yang mengungkap suatu realitas, yang menjelaskan hakikat dari suatu objek. Berfilsafat berarti memikirkan suatu hal secara lebih mendalam, yang kita ketahui sebelumnya tentang suatu hal, namun ketika kita sudah berkenalan dengan dunia filsafat, maka akan tercipta suatu pengetahuan yang baru, yang dirasa cukup aneh namun itu memang logis dan sesuai dengan realitasnya. Dan itulah filsafat, mampu membuka pikiran kita menjadi lebih terbuka untuk memandang bahkan menilai tentang sesuatu hal yang ada disekitar kita. Dengan mengenal filsafat maka kita mampu menjelaskan sesuatu hal secara ekstensif, namun terkadang karena sesuatu hal maka kita pun menjadi reduksionis, sedangkan reduksi itu sendiri adalah ‘musuh’ terbesarnya filsafat. Reduksi sering terjadi dalam kehidupan kita, dan dirasa cukup bermanfaat untuk dipergunakan. Namun bukan berarti kita dapat mereduksi hal secara berlebihan, akan lebih baik jika mereduksi suatu sesuai dengan porsinya, dan sesuai dengan ruang dan waktunya, serta tanpa mengubah makna dari hal tersebut. Seperti contoh kita diminta untuk menjelasakan tentang diri kita sendiri, maka dapat kita jelasakan secara panjang dan lebar dan terdapat berjuta-juta kata bahkan lebih untuk dapat menggambarkan diri kita, disaat itulah kita dapat mereduksi dari apa yang kita tahu tentang diri kita. Karena adanya suatu keterbatasan yang dimiliki oleh masing-masing individu yang mampu membuat manusia menjadi reduksionis.

·         Antara apa yang kupikirkan dengan yang kuucapkan
Apa yang kita ucapkan adalah hasil olah pikir kita. Namun segala yang kita pikirkan belum tentu dapat kita ucapkan semuanya. Ada berbagai macam hal yang membuat kita tak mampu untuk mengungkap semuanya. Yang pertama adalah karena manusia itu sndiri adalah seorang reduksionis, sehingga secara sengaja dia membatasi apa yang akan dijelaskan tentang hal yang dipikirkannya. Dan yang kedua karena keterbatasan manusia yang dimiliki sehingga tak mampu untuk mengungkapkan semua yang dipikirkan, dalam hal ini adalah suatu ketidaksengajaan.
Bahasa adalah suatu alat untuk dapat mengkomunikasikan pemikiran kita kepada orang lain. Seperti halnya guru dalam mengajar, maka guru akan selalu menggunakan bahasa yang mudah dipahami oleh siswanya sesuai dengan jenjang pendidikannya.
Seberapa pentingkah mengkomunikasikan hasil pemikiran kita kepada orang lain?
Dirasa sangat penting untuk mengkomunikasikan hasil pemikiran kita, apa yang kita dapatkan melalui indrawi kita, kemudian diolah di dalam pikiran kita, kemudian terciptalah suatu pengetahauan yang baru. Pengetahuan baru dari hasil pemikiran kita merupakan pengetahuan yang subjektif, maka harus kita komunikasikan kepada orang lain untuk mengkonfirmasi apakah pengetahuan yang kita dapatkan dari hasil pemikiran tersebut itu dapat diterima secara umum, dan dapat menjadi pengetahuan objektif.
Pada dasarnya apa yang kita ucapkan bersumber dari pikiran dan hati kita, namun apakah pemikiran kita selalu sesuai dengan hati kita?
Mengenai suara hati menjadi teringat akan lagu dari musisi Nuggie, yang membawakan lagu tentang suara hati. Dalam lagu tersebut menggambarkan bahwa dia membiarkan dirinya mengikuti suara hatinya, seperti contoh selama kuliah dia mengambil jurusan kedokteran, namun ketika lulus dia memutuskan untuk menjadi seorang photografer, karena dia mengikuti suara hatinya. Maka dapat disimpulkan, orang tersebut memiliki kemampuan untuk menjadi seorang dokter namun dia lebih memilih untuk menjadi photografer karena dia merasa nyaman akan profesi tersebut. Apakah bisa kita menyalahkan suara hati? Suara hati yang saya percaya adalah suara dari Tuhan, sehingga apakah bisa kita menyalahkan kehendak dari Tuhan? Namun terkadang kita pun sering mengabaikan suara hati, dimana suara hati kita terkalahkan oleh pikiran logis kita.  

·         Mitos dan logos, antara terhenti dan terus berlanjut.
Logos, adalah suatu hal yang positif bagi kita. Pikiran yang dikuasai oleh logos, berarti kita selalu mengolah pikiran kita, untuk memikirkan suatu hal yang ada disekitar kita. Seperti yang telah dijelaskan diatas bahwa dengan selalu mengolah pikiran kita maka akan membentuk pola pikir kita. Tentu akan ada beda ketika ada 2 manusia dengan umur yang sama, dan mereka diminta untuk menyelesaikan masalah yang diberikan. Mereka yang sering mengolah pikiran mereka cenderung lebih jelas dalam membuat solusi dari masalah yang diberikan dibandingkan mereka yang jarang untuk berpikir. Pengalaman yang dimiliki setiap individu juga berpengaruh dalam pola pikirnya. Seperti dalam contoh tadi, pengalaman yang dimiliki juga ikut berperan dalam pemikirannya dalam rangka mencari solusi dari masalah yang diberikan.
Logos memberikan manfaat yang positif bagi manusia, karena dengan logos maka kita selalu terdorong untuk selalu mencari pengetahuan yang baru dan menghasilkan pengetahuan yang baru pula, sehingga potensi yang kita miliki dapat terasah dengan baik. Karena pengetahuan yang ada di dunia ini begitu banyak dan tak terbatas, dan kita pun bebas untuk mencari sekaligus mendalami pengetahuan yang ada tersebut.
Namun tak semua pikiran manusia dikuasai oleh logos, beberapa dari kita masih saja dikuasai oleh mitos. Mitos itu sendiri berlawanan dengan kebenaran.  Pikiran kita dikuasai oleh mitos, berarti pikiran kita terhenti. Jadi ketika kita menerima hal baru kita hanya menerima saja secara mentah-mentah tanpa kita olah menggunakan pikiran kita, dan tanpa kita cari tahu kebenaran yang ada di dalam mitos tersebut.
Banyak sekali mitos yang berkembang di sekitar kita, namun sebenarnya mitos tersebut dapat dijelaskan secara ilmiah. Itulah yangmembedakan antara logos dan mitos. Ketika kita para logos menerima suatu hal yang bersifat mitos, maka dengan segera dia mencoba membuktikan kebenaran dari mitos tersebut. Namun para logos pun bisa dikuasai oleh mitos, ketika mereka menerima suatu hal yang bersifat mitos namun mereka tetap mempercayainya.  Sehingga dapat disimpulkan bahwa dengan berhenti untuk memikirkan suatu hal maka dengan mudah mios akan menguasai pikiran kita. Namun jika kita selalu memikirkan tentang suatu hal, maka kitapun terbebas dari mitos. 

Rabu, 30 Desember 2015

Reduksi vs ekstensif



(Refleksi pertemuan 2 desember 2015 )

         Pada perkuliahan kali ini, masih diawali dengan tes jawab singkat, namun pertanyaan yang diberikan dua kali lebih banyak dari biasanya. Dan hasil akhirnya pun rata-rata juga nol.
         Pada perkuliahan ini pula kita disadarkan bahwa sesungguhnya berfilsafat adalah olah pikir kita, tentang yang ada dan yang mungkin ada. Dan untuk menjelaskan apa hasil olah pikir kita harus dijelaskan sejelas-jelasnya, dan dalam mengolah pikiran kita pun dapat memanfaatkan pengetahuan yang kita miliki sebelumnya. Hal tersebut sangat bertentangan dengan metode jawab singkat. Selama ini kita tidak sadar dengan hal tersebut, karena kita semua termakan oleh mitos, bahwa berfilsafat adalah tentang tes jawab singkat. Melalui tes jawab singkat tersebut terjadi reduksi besar-besaran dari hasil olah pikir kita. Hal tersebut sangat kontradiksi bahwa sesungguhnya berfilsafat itu adalah tentang meng-ekstensifkan tentang suatu hal yang ada dan yang mungkin ada.

Psikologi dan Filsafat



( Refleksi pertemuan 30 Desember )

       Psikologi dan Filsafat merupakan dua hal yang berbeda. Psikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang perilaku manusia. Sedangkan filsafat adalah tentang keseluruhan fenomena kehidupan, dan pemikiran manusia secara kritis, dan dijabarkan dengan konsep yang mendasar.  Cakupan permasalahan dalam filsafat lebih luas daripada psikologi. Karena filsafat juga mencakup hal-hal yang bersifat metafisik.
      Psikologi mengatur tentang perilaku manusia, tidak boleh ....;  jangan melakukan .....
Namun jika dalam filsafat, maka kita andaikan bahwa....;  jika ..... . Dari situ jelaslah bahwa berfilsafat adalah suatu aktivitas olah pikir manusia, kemudian hasil pemikiran tersebut dibuktikan/direalisasikan dengan suatu tindakan.

Tentang Auguts Comte


(Refleksi tambahan)

          Auguste Comte, seorang filsuf Prancis yang  lahir di Montpellier, Perancis 17 Januari 1798. Yang terkenal dari August Comte adalah tentang  ilmu sosiologi serta aliran positivisme. Melalui prinsip positivisme, Comte membangun dasar yang digunakan oleh akademisi saat ini yaitu pengaplikasian metode ilmiah  dalam ilmu sosial sebagai sarana dalam memperoleh kebenaran.
Pada tahun Comte 1830 membuat tulisan  mengenai “Filsafat Positiv” (Cours de Philosophie Positiv).  Comte dengan kesadaran penuh berpendapat bahwa akal budi manusia terbatas, dan mencoba mengatasi dengan membentuk ilmu pengetahuan yang berasumsi dasar  pada persepsi dan penyelidikan ilmiah. Tiga hal ini dapat menjadi ciri pengetahuan seperti apa yang sedang Comte bangun, yaitu:
1. Membenarkan dan menerima gejala empiris sebagai kenyataan,
2. Mengumpulkan dan mengklasifikasikan gejala itu menurut hukum yang menguasai mereka, dan
3. Memprediksikan fenomena-fenomena yang akan datang berdasarkan hukum-
    hukum  itu dan mengambil tindakan yang dirasa bermanfaat.
          Positivisme sendiri adalah faham filsafat, yang lebih cenderung untuk membatasi pengetahuan benar manusia kepada hal-hal yang dapat diperoleh dengan menggunakan ilmu pengetahuan. Comte juga berusaha untuk mengembangan kehidupan manusia dengan menciptakan sejarah baru, yaitu dengan merubah pemikiran-pemikiran yang sudah membudaya, tumbuh dan berkembang pada masa sebelum Comte hadir. Dengan keahlian yang dimiliki Comte, dia mencoba untuk  mendekonstruksi pemikiran yang sifatnya abstrak (teologis) maupun pemikiran yang penjelasan-penjelasannya spekulatif (metafisika).
       Bentangan aktualisasi dari pemikiran Comte, adalah dikeluarkannya pemikirannya mengenai hukum tiga tahap . Hukum tiga tahap ini menceritakan sejarah manusia dan pemikirannya sebagai analisa dari observasi-observasi yang dilakukan oleh Comte.
       Yang pertama adalah tahapan teologis, terfokus pada masyarakat primitif  yang hidupnya masih menjadi objek bagi alam, belum memiliki hasrat atau mental untuk menguasai alam atau dapat dikatakan belum menjadi subyek. Fetitisme dan animisme merupakan keyakinan awal yang membentuk pola pikir manusia lalu beranjak kepada politeisme, manusia menganggap ada roh-roh di dalam setiap benda pengatur kehidupan dan dewa-dewa yang mengatur kehendak manusia dalam setiap aktivitasnya.
       Yang kedua adalah tahap metafisika / tahap transisi . Tahapan ini menurut Comte hanya modifikasi dari tahapan sebelumnya. Penekanannya pada tahap ini, yaitu monoteisme yang dapat menerangkan gejala-gejala alam dengan jawaban-jawaban yang spekulatif, bukan dari analisa empirik. “Ini hari sialku, memang sudah takdir!”  merupakan salah satu contoh dari metafisika yang  ditemukan dalam aktivitas setiap hari.
      
Tahap positiv, adalah tahapan yang terakhir dari pemikiran manusia dan perkembangannya, pada tahap ini gejala alam diterangkan oleh akal budi berdasarkan hukum-hukumnya yang dapat ditinjau, diuji dan dibuktikan atas cara empiris. Penerangan ini menghasilkan pengetahuan yang instrumental, contohnya bila kita memperhatikan adanya pelangi meskipun tidak hujan sama sekali sebelumnya. Pelangi tidak hanya gejala alam, namun dapat disengaja tentang adanya pelangi tersebut, yang dapat dibuat dari pembiasan sinar melalui air dengan bantuan cermin.

:: direfleksikan dari berbagai sumber